Sunday, May 27, 2012

Suling Pasundan

Indonesia sebagai bangsa yang terdiri dari ribuan pulau dan ratusan suku memiliki khasanah kebudayaan yang beraneka ragam, mulai dari musik, tari, rupa dan bentuk upacara –upacara ritual yang kemudian memberikan warna akan keaneka ragaman seni budaya bangsa. Sebagai seni pertunjukan yang telah mengalami proses yang sangat panjang dari masa-kemasa sehingga menjadi seperti sekarang ini adalah suatu perjalanan yang tidak mudah. Hal mengenai seni pertunjukan di Indonesia yang luar biasa ini dapat kita simak seperti kata seorang Begawan tari yaitu Prof. Dr. R.M. Soedarsono, di dalam bukunya tentang seni pertunjukan (7:2002),:”
“…mengenai kekayaan seni pertunjukan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang luar biasa ini, jelas disebabkan selain jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, negara ini memiliki enam agama besar serta satu Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu penduduk yang cukup besar jumlahnya itu terdapat lebih dari 500 etnis”.

Kekayaan ini tentunya harus di lestarikan dan dikembangkan secara sungguh-sungguh. Di dalam bidang instrument musik terdapat ...
lebih banyak lagi keragamannya, ada ribuan jenis instrument musik yang terdapat di negara ini, mulai dari aceh sampai irian jaya, keaneka-ragaman itu dapat dilihat dari bentuk sampai kegunaannya. Jika kita bicara masalah benda yang mengandung nilai, maka nilai benda dalam bentuk instrument musik ini di dalam Masyarakat Indonesia mengandung arti yang sangat dalam hal ini disebabkan benda tersebut merupakan lambang status di dalam kehidupan masyarakatnya, seperti yang dikatakan oleh Prof. Jacob Sumardjo di dalam buku Filsafat Seni (139:2000), :
“Suatu benda dikatakan memiliki nilai jika benda itu berguna dan berkualitas (baik, benar, indah,adil dsb). Nilai atau kualitas itu harus tertentu, yang dapat menyebabkan orang mengakuinnya”.
Nilai atau kualitas suatu benda tentu tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan di dalam pencapaiannya, di butuhkan pengetahuan dan ketelitian khusus untuk dapat membangkitkan nilai suatu benda, pengelaman dan pengetahuan merupakan dasar untuk dapat menciptakan benda itu memiliki nilai.
Jawa Barat merupakan salah satu wilayah Indonesia yang memiliki ragam bentuk isntrumen musik, mulai dari instrument musik yang tebuat dari logam sampai yang terbuat dari bamboo. Intrumen musik bambu di jawa barat memiliki berbagai macam jenisnya demikian pula dengan fungsinya. Sebagai contoh instrument musik bambu yang berasal dari jawa barat dalam hal ini suku sunda, adalah : Angklung, calung, arumba, suling dan masih banyak lagi jenis lainnya, keaneka ragaman intrumen musik ini begitu besar memiliki peranan didalam masyarakat sunda baik sebagai alat upacara sampai pergaulan. Pada tulisan ini penulis akan berupaya membedah tentang suling sunda berlubang enam mulai dari fungsi, teknik dan pembuatannya. Setiap alat musik memiliki bentuk tubuh sendiri-sendiri, bentuk tubuh ini merupakan satu kesatuan tak terpisahkan, sama halnya dengan mahluk hidup yang memiliki organ sebagai alat-alat tubuh penunjang kehidupan sehingga bisa bernafas, berjalan dan melakukan aktifitas sehari-hari, alat musik pun memiliki hal yang sama, ada organ yang membuat alat musik itu memiliki warna bunyi, tingkatan bunyi sehingga dapat berfungsi ketika dimainkan. Organ seperti penjelasan dalam concise dictionary of musik , yaitu :
“keyboard instrument, played with hands and feet, in which wind under pressure sounds notes through series of pipes. Mechanism of organ comprises (1) supply of wind under constan pressure, by hand pump or electric blower. (2) one or more MANUALS (keyboard) and PEDAL BOARD. Connected with pipes by trackers, electro_pneumatic. Device, or electric, contacts and wires…..”.
Bagian kutipan diatas nampak dikhususkan pada sebuah isntrumen musik barat yang bernama ‘Organ’, namun penjelasan itu nantinya akan mengerucuk kepada kajian bentuk tubuh instrumen yang disebut organology..sebab organology adalah pembahasan musik pada sisi instrument secara khusus dan mendalam mulai dari sejarah sampai bentuk alat musik itu sehingga terbentuk alat musik yang permanen. Apakah organology musik itu, sebuah kutipan dari Naty Robert :
“..anything that produces sound can be called a musical instrument. The term usually is reserved for instruments that have a particular function in an orchestra. The academic study of musical instruments is known as organology”.
apapun yang dapat menghasilkan suara yang disebut alat musik. Istilah yang biasanya digunakan untuk instrumen yang memiliki fungsi tertentu di dalam sebuah orkestra. Akademik di dalam belajar alat musik ini dikenal sebagai organology. Begitu jelas tentang pentingnya intrumen musik didalam produksi musik membuat kajian organologi adalah hal yang sangat penting sebagai alat untuk mengkaji dan membedahnya, sehingga banyak perguruan tinggi terutama yang memiliki bidang pendidikan musik membuka jurusan khusus untuk bidang organologi ini.

Suling sunda adalah instrument yang sangat popular dan hingga sekarang instrument ini masih begitu memiliki arti khusus pada Masyarakat Sunda. Jika kita masuk kerumah makan Sunda, makan tidaklah lengkap jika tidak ada alunan suling Sunda baik itu pertunjukan secara langsung maupun dari kaset rekaman, nampak akan tidak terasa sundanya jika kita makan makanan ala sunda atau segala sesuatu yang berbau Sunda tanpa alunan instrument satu ini (suling sunda). Intrumen suling terdapat diseluruh daerah di Indonesia, namun pengaruhnya di masyarakat berbeda-beda, Masyarakat sunda memiliki kekhususan terhadap intrumen satu ini. Suling sunda yang paling popular adalah ,”apa yang disebut suling lubang enam dan lebih spesifiknya disebut suling tembang “. (wawancara dengan pak engkur kurdita), suara suling yang mendayu-dayu dalam laras pelog merupakan suatu ciri sendiri yang begitu melekat pada masyarakat Sunda.Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai hal-hal tentang suling sunda lubang enam secara organologi.

a. Pemilihan bambo
Bambu yang dipergunakan untuk membuat suling sunda secara umum adalah : bamboo yang berjenis kecil, tipis dan kering, bambu tersebut itu bernama bambu tamiang, buluh dan iraten. Bambu tamiang terbagi menjadi dua bagian, yaitu tamiang biasa dan tamiang urat emas, tamiang urat emas merupakan jenis bambu yang paling baik karena selain bambunya tipis, pada badan bambu terdapat garis-garis berwarna kuning (bercak-bercak) yang menciptakan tekstur unik apalagi jika telah di ampelas dan di cat menggunakan pernis atau sejenisnya, selain itu pembuatannya lebih mudah karena tipis dan mudah kering selain itu mudah dilubangi menggunakan pisau raut. Buku dari bamboo ini ruasnya panjang-panjang , sehingga sangat cocok sekali untuk bahan suling. Bambu buluh adalah jenis berikutnya yang kadang digunakan juga sebagai bahan pembuatan suling sunda namun bahan dari jenis bambu buluh ini ruasnya pendek dan agak tebal sehingga jenis ini hanya merupakan alternative saja. Sama halnya dengan bamboo iraten yang merupakan bahan bambu alternative berikutnya, namun jenis bamboo ini lebih baik dari Janis bambu buluh, jenis ini hampir seperti jenis bambu tamiang namun ukurannya lebih besar biasanya suling yang menggunakan bahan dari bambu iraten ini berfungsi sebagai ilustrasi musik yang lebih bebas karena suaranya lebih melengking dan berlubang empat, kalau di kampung jenis bambu iraten ini dipakai sebagai bahan perkakas dapur.

b. Pengambilan bambu
Pengambilan bambu sebagai bahan suling mempunyai tata-cara yang telah turun-temurun dilakukan sejak jaman dahulu kala, kebiasaan ini masih dilakukan sampai sekarang ini. Bambu yang di ambil haruslah berumur lebih kurang lima tahun hal ini dimaksudkan agar bambu itu benar-benar tua dan tidak akan keriput ketika telah dikeringkan, waktu pengambilan bambu, yaitu setiap bulan Juni, Juli dan Agustus karena bulan ini adalah bulan kemarau..sehingga kadar air pada bambu sedikit, lebih baik lagi pertengahan bulan Agustus sebab merupakan puncak dari musim kemarau. Selain itu ada jam-jam khusu dalam pengambilan bambu ini, yaitu : jika pengambilan dilakukan pada pagi hari haruslah dilakukan pada jam 10 pagi sampai jam 12 siang dan waktu berikutnya adalah jam 14 sampai 16 sore kalau istilah dalam masyarakat sunda waktu bada asyar. Waktu-waktu ini mempunyai maksud sebagai cara masyarakat sunda menghormati alam, dan sebagai logikannya adalah watu jam 10 sampai 12 dan 14 sampai 16 tersebut merupakan saat dimana kadar air didalam bambu berkurang dalam pikiran Masyarakat penyedotan air tanah yang dilakukan oleh akar biasanya terjadi jam 17 sampai jam 9.30 pagi sehingga kesepakatan diantara pengrajin suling terjadi seperti demikian. Kemudian penebangan tidak dilakukan dari akarnya, namun disisakan satu sampai dua ruas dari akar, ini dimaksudkan agar bambu tersebut tumbuh kembali.

c. Bahan-bahan suling
Selain bambu berjenis tamiang, buluh atau iraten, terdapat juga bahan penting lain nya, yaitu : sebagai bahan ikat (saliwer) merupakan tempat sumber bunyi suling, biasanya menggunakan rotan cacing sebagai bahan ikat yang paling baik. Hal ini dikarenakan, bentuknya tipis dan gampang di pecah sehingga cocok sekali untuk bahan tali, saliwer atau sumber bunyi suling. Jaraknya 1 cm kemudian dibelah menjadi 7 – 10 mm dan selain ukurannya yang tepat juga bahan ini sangat tahan terhadap air liur artinya bahan ini tidak mudah menjadi berubah, menjadi lembut dan kemudian sobek. Selain rotan cacing ada pula bahan alternative lainnya, yaitu : bambu tali, bahan ini mudah pula dibelah-belah namun setelah kering bahan ini cepat pecah artinya tidak tahan lama sebagai tali saliwer tempat yang sangat penting dalam sebuah suling karena merupakan sumber suara. Selain bahan ikat, dalam pembuatan suling sunda terdapat bahan lainnya sebagai aksesoris agar suling itu sedap dipandang mata, bahan-bahan tersebut adalah : plitur (pernis) sebagai bahan untuk membuat tampilan suling menjadi mengkilat dan sebagai bahan pelapis dari cuaca agar suling lebih terawat, ada pula bahan pengukir dari batok kelapa yang di panaskan tujuannya adalah sebagai alat untuk mempercantik tampilan suling saja.

d. Pengolahan Bahan Baku
Bambu yang telah ditebang kemudian direndam di dalam lumpur sawah atau kolam ada juga cara lain yaitu menggunakan cairan tembakau. Lama perendaman ini dilakukan satu sampai dua minggu dengan tujuan agar bahan menjadi kuat. Setelah perendaman bahan selesai maka mulailah dilakukan pengeringan yaitu dengan cara di jemur. Teknik penjemuran bahan inipun bermacam-macam, ada beberapa cara dalam pengeringan bahan ini, cara pertama yaitu : dengan di jemur di panas matahari, cara ini adalah cara yang paling baik karena sumber panas yang alami sehingga warna bambu akan lebih muncul namun jika waktu pengeringannya tidak tepat bahan akan cepat pecah. Kemudian cara kedua adalah : bamboo di garang yaitu dipanaskan diatas tungku perapian tempat masak orang kampong, kelemahannya tekstur bambu akan mengalami noda berwarna hitam karena disebabkan oleh asam atau percik api dari tungku, sehingga keindahan warna suling akan tidak terlihat, hal ini bisa di atasi dengan cara di ampelas namun membutuhkan waktu lama, hal baiknya adalah karena faktor pengasapan tadi bamboo akan tahan terhadap serangga, cara ketiga, yaitu : bahan di angin-angin di beranda rumah, kekurangannya cara ini membutuhkan waktu yang lama kelebihannya bahan akan tahan terhadap kemungkinan pecah dan yang terakhir adalah di open, cara ini memang tidak alami namun produksi dalam pembuatan suling lebih efektif karena proses pengeringannya tidak memerlukan waktu yang lama.

e. Jenis, fungsi dan ukuran suling
Ada beberapa jenis suling sunda, mulai suling yang memiliki lubang enam, empat, lima dan suling gaya baru yaitu suling lubang delapan dan lubang tujuh, jenis yang terakhir ini merupakan pengembangan dari suling lubang enam. Namun secara umum suling sunda hanya terdapat tiga jenis yaitu: suling lubang enam, lima dan empat, jenis dan fungsinya secara umum dapat kita bedakan secar singkat seperti dibawah ini :
- Suling sunda lubang enam –digunakan untuk mengiringi tembang dan kawih namun lebih dominannya pada tembang, fungsinya adalah sebagai nada dasar pesinden dalam bernyanyi, membawakan melodi dan melilit melodi, ornamentasi yang dimainkan suling pasti sama dengan sinden, sementara laras yang digunakan adalah: laras pelog, pelog degung, madenda dan kadang salendro tapi untuk laras yang satu ini jarang digunakan oleh suling ini.
-
- Suling lubang lima- suling ini adalah jenis suling yang digunakan pada jenis kesenian tarawangsa suatu kesenian ritual di daerah sumedang, akan tetapi jenis suling ini di daerah Tasikmalaya pun sering digunakan, yaitu di daerah Cibalong.
- Suling lubang empat- secara laras suling ini di bagi menjadi :
1. Suling lubang empat laras degung
2. Suling lubang empat laras salendro
3. Suling lubang empat laras nyorog/madenda
4. Suling lubang empat laras sorog, bagian dari laras pelog.

Suling lubang empat ini biasanya hanya difungsikan untuk sajian musik instrumentalia dan tidak digunakan untuk mengiringi tembang atau kawih.
f. Ukuran suling Sunda lubang enam
Suling sunda lumbang enam mempunyai fungsi sebagai iringan dalam tembang dan kawih sebagai pemberi ornament dalam vocal , oleh karenanya karakter bunyi suling ini terbentuk disebabkan aturan-aturan pembuatannya, selain jenis bamboo ada pula ukuran lubang suling, ukuran tersebut sangat penting sebagai salah satu yang membuat suling lubang enam berbeda dengan suling lubang empat, lima atau lainnya. Suling sunda lubang enam secara ukuran dapat kita bagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Suling Kawih lubang enam, ukuran panjangnya adalah : 50 cm, 52 cm, 54 cm, 56 cm, 57 cm dan 58 cm
2. Suling Tembang cianjuran lubang enam, ukuran panjangnya adalah : 59 cm,60cm, 61cm dan 62 cm.
3. Suling laras madenda atau mataram suling sunda lubang enam, ukuran panjangnnya adalah : 44cm, 45 cm, 46 cm, 48 cm dan 49 cm.
Ukuran yang terdapat pada keterangan di atas adalah ukuran untuk panjang seluruh bahan suling, untuk ukuran tempat lubang biasanya dikenal dengan isilah ukuran bagi sepuluh, misalnya ukuran suling adalah 60, maka seluruh ukuran akan di bagi sepuluh maka akan terdapat ukuran 6 cm sebagai jarak lubang suling. Namun di dalam pelarasan ukuran tersebut tidak pasti kadang-kadang berubah sebab pelarasan dilakukan dengan gamelan sementara pelarasan gamelan pun berbeda-beda. Di dalam pengukuran lubang suling, artinya besar-kecilnya lubang berbeda-beda pula, jika besar lubang suling sama maka pelarasannya tidak akan benar.
Ukuran dalam pembuatan suling Sunda lubang enam ini telah menjadi kesepakatan diantara pengrajin suling, kesepakatan ini terjadi karena hasil resonansi suara berdasarkan ukuran tersebut dapat mewakili bunyi dari suling sunda lubang enam ini sesuai dengan keinginan seniman dan masyarakat pendengarnya.
Sebagai tambahan untuk tone dan pelarasan pada jenis suling sunda dan bentuk lubang serta laras seperti pada keterangan berikut ini :
Tuning, stem atau pelarasan di dalam suling sunda untuk suling lubang empat dan lubang enam, untuk suling lubang enam setidaknya dapat memainkan tiga laras atau scale yang berbeda, yaitu :
• Pelog degung : da-mi-na-ti-la-da (123451) di dalam scala diatonic musik Barat adalah: do si sol fa mi do (175431).
• Madenda atau sorog : da mi na ti la da [1 2 3 4 5 1],di dalam scala diatonic musik Barat adalah : fa mi do si la fa [4’ 3’ 1’ 7 6 4]
• Salendro : da mi na ti la da [1 2 3 4 5 1], di dalam scala diatonic musik Barat adalah : to re do la sol fa re [2’ 1’ 6 5 4 2]
• Adapun laras yang jarang sekali digunakan adalah: Mandalungan

No comments:

Post a Comment